Daud Firman

Sabtu, 09 Maret 2013

Bappenas: Baru 20 Persen Penduduk RI Punya Tabungan di Bank

 Bandung - Akses layanan jasa keuangan di Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Menurut laporan Global Financial Inclusive Index, hanya 20 persen penduduk Indonesia yang memiliki rekening tabungan di lembaga keuangan formal (bank). Angka penggunaan layanan kredit bahkan lebih rendah lagi.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) Armida Alisjahbana dalam acara Seminar 'Inclusive Microfinance: Its Contribution to the New Paradigm of the Integrated Microfinance Management for Proverty Reduction in Indonesia' di Aula Program Magister Manajemen (MM) Unpad, Jalan Dipatiukur, Jumat (8/3/2013).

"Akses pada layanan jasa keuangan adalah syarat penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pendapatan. Industri keuangan Indonesia yang berkembang saat ini ternyata belum sepenuhnya memberi akses layanan jasa keuangan yanng paling dasar sekalipun," ujar Armida.

Sebagai gambaran, angka rata-rata penduduk di kawasan Asia Pasifik yang memiliki rekening tabungan yaitu 42 persen. "Indonesia ada di bawah angka rata-rata, yaitu hanya 20 persen penduduknya saja yang memiliki rekening tabungan. Tingkat penggunaan layanan kredit bahkan lebih rendah dari penggunaan tabungan, yaitu hanya 19,7 persen dari populasi yang memiliki akses ke layanan kredit," tuturnya.

Angka penggunaan layanan kredit tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang akses kreditnya masing-masing 96,4 persen dan 27,2 persen. Selain itu, jasa asuransi di Indonesia juga memiliki gambaran yang kurang menguntungkan, dimana produk layananya masih didominsi pelaku asing.

"Hanya sekitar 14 persen pasar asuransi kita yang dikuasai oleh perusahaan dalam negeri. Padahal, permintaan akan kebutuhan jasa asuransi ini termasuk yang tertinggi dalam industri jasa keuangan," jelas Armida.

Pemerintah, kata Armida, telah menyiapkan strategi keungangan agar akses layanan jasa keuangan semakin terbuka luas bagi masyarakat. Diantaranya dengan penyediaan edukasi keuangan, peningkatan kemampuan akses keuangan masyarakat, pengembangan fasilitas intermediasi dan perluasan saluran distribusi.

Untuk membangun sektor keuangan inklusi tersebut, Armida menyebut ada tantangan yang dihadapi Indonesia. Yaitu, faktor geografis, keterbatasan kemampuan masyarakat dalam mengelola dan merencanakan keuangan, serta belum adanya monitoring dan evaluasi yang mampu mengukur strategi keuangan inklusi dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.

Sumber :Click Here

0 Comment: